Ajang Pencarian Bakat Indonesia. Why So Serious?


Anda pasti sudah tidak asing lagi dengan Indonesian Idol, Akademi Fantasi, Pop Stars, X-Factor, The Voice, dan IMB. Ya, ajang pencarian bakat saat ini mendominasi acara TV terutama saat prime time.

Walaupun format yang sama selalu berulang-ulang selama hampir satu dekade, namun acara sejenis tidak pernah tergeser dari layar kaca. Drama dan intrik dari acara ini memang mampu membius penikmatnya untuk rela terpaku di depan TV dan menangis ketika jagoannya terleminasi.

Rating yang tinggi sudah pasti menjadi faktor utama ajang pencarian berbakat selalu berlanjut dari tahun ke tahun. Sistem polling SMS diharapkan menjadi metode yang demokratis untuk pemirsa memilih sendiri siapa yang layak untuk menjadi pemenang. Terbukti hampir tiap minggu, ribuan orang menyisihkan pulsanya untuk mendukung habis-habisan jagoan mereka.

Unik, lucu, sekaligus menjengkelkan ketika melihat perilaku fans salah satu peserta ketika mendukung jagoannya secara membabi buta. Coba saja anda simak komentar-komentar di jejaring sosial atau mungkin YouTube. Sudah tidak aneh melihat cemoohan antar pendukung di dunia maya. 
Singing Competition
Beberapa waktu belakangan, acara X-Factor bahkan sempat heboh akibat perilaku pendukung yang mem-bully akun twitter juri. Sebabnya? Sudah pasti karena salah satu peserta tereliminasi akibat polling yang rendah atau dilengserkan  oleh juri.

Tingkah polah pendukung seringkali terlalu berlebihan, mengingat dalam acara seperti ini hanya akan ada satu orang juara. Dan pastinya cepat atau lambat kontestan pilihan pemirsa akan berguguran satu persatu.

Apakah pemenang sudah pasti menjadi seorang superstar? Belum tentu juga.

Lihat saja nasib Very AFI, Aris Idol atau grup vocal Sparx jebolan Pop Star. Walaupun menjadi pemenang, namun kiprah mereka di dunia musik hampir tidak terdengar sama sekali. Meraih dukungan terbesar dalam ajang pemilihan tentunya bukan jaminan kesuksesan di industri musik.

Fenomena yang unik juga ditunjukan oleh acara Indonesian Idol. Seringkali pemenangnya justru kalah bersinar dari kontestan lain ketika memasuki industri. Sebut saja Judika (runner up Indonesian Idol season 2) karirnya justru lebih melesat dibandingkan Mike Mohede.

Begitu pula halnya dengan Joey Tobing dan Delon yang merupakan juara 1 dan 2 Indonesian Idol season pertama, popularitas keduanya saat ini justru berbanding terbalik. Nama-nama lain seperti Winda (top 9), Gisell (runner up) dan Citra Skolastika (runner up) juga menjadi contoh nyata, bahwa eliminasi di ajang pencarian bakat bukan berarti mimpi mereka kandas.

Fenomena ini juga terjadi di American Idol, dimana hanya sebagian finalis yang akhirnya survive setelah memasuki industri. Misalnya Kelly Clarkson, Carry Underwood, dan Adam lambert. 

Ahamad Dhani @ Foto: KapanLagi.com®
Minggu lalu ketika salah seorang kontestan X-Factor (Isa Raja) tereliminasi, Ahmad Dhani memberikan pernyataan bahwa yang bersangkutan dan satu orang kontestan lainnya (Alex Rudiart) sudah dipastikan turut serta dalam gelaran tur Dewa bersama Ahmad Dhani.

Artinya, jika seorang peserta memang memiliki kualitas yang mampu menarik perhatian produser, maka polling dari pemirsa dan iming-iming menjadi juara kompetisi pun sudah tidak lagi menjadi hal utama. Toh, dalam perjalanannya, mereka akan disaring kembali di dalam pasar melalui karya. Bukan sekedar mengandalkan dukungan pemirsa.

Bukan berarti saya mengecilkan peran Fanbase. Tentu saja dukungan fans sangat penting. Tetapi peran utama justru dipegang oleh faktor kebintangan itu sendiri, dengan dukungan manajemen dan produser yang solid, maka kesempatan untuk masuk lingkaran industri lebih besar.

Ketika kompetisi berakhir, dukungan bertubi-tubi dari fans di dunia maya tidak akan menyelamatkan karir sang calon artis. Produser dan manajemen plays a bigger role. Jika berhasil survive, maka fans akan datang dengan sendirinya.

Ajang pencarian bakat memang menarik untuk disimak, baik kompetisi maupun intrik-intrik yang menyertainya. Namun dukungan membabi buta dan cemoohan antar fanbase di dunia maya hanya akan memberikan keuntungan bagi pihak televisi secara rating, tetapi tidak akan menyelamatkan kontestan jagoan ketika memasuki pasar. So, why so serious?