Pengalaman demi pengalaman hingga dapat mendirikan home recording

Iseng-iseng nih nulis pengalaman dari dulu ngeband hingga saat ini saya memiliki home recording di kamar sendiri. Bahkan bukan hanya digunakan untuk pribadi saja, saya juga menyewakan dengan omset yang sangat lumayan.

Menjadi musisi terkenal adalah dambaan banyak orang. Lihat saja beberapa acara musik di telivisi seperti dasyat, inbox, dan lain sebagainya, penuh dengan musisi baru yang menjajal nasib nya didunia entertaiment.

Tidak ada bedanya dengan saya, dulu ketika saya duduk di bangku sekolah, sempat saya membuat band dengan mimpi yang indah, akan tetapi disaat itu mungkin orientasinya masih untuk menyalurkan hobi semata.

Walau orientasi utama nya adalah menyalurkan hobi, Ada kala nya saya beserta kawan se-band saya ingin mempunyai sebuah dokumen (berupa lagu yang terekam) hasil kerja keras meniti nada demi nada yang tercipta dari imajinasi musik kami. Namun apa daya, ketika observasi ke beberapa studio rekaman, kami tidak menemukan studio rekaman yang pas dengan budget kami. Rata-rata saat itu studio rekaman dilingkungan memasang biaya 100 ribu untuk live recording (1 jam), 200 ribu semi recording (3jam), dan 350 full recording (6jam/1shift).

Jujur saat awal mengetahui ada beberapa macam recording seperti itu, saya tidak mengerti apa dan bagaimana perbedaannya :D.

Dan akhirnya, untuk pertama kalinya saya menginjak studio rekaman dengan uang hasil kerja keras dari menyisihkan uang jajan sekolah kami. Saya beserta kawan-kawan mengambil paket semi recording disebuah studio rekaman di depok.

Dan jujur, saya sangat kecewa dengan studio rekaman tersebut, bukan karena hasilnya, namun pelayanannya yang sangat buruk. Dua kali saya menyewa studio disana saya diperlakukan dengan tidak professional. Namun apa daya saya dan kawan-kawan satu band belum berani protes disaat itu (mungkin karena saat itu masih pelajar cupu).

Dari tiga jam waktu yang kami sewa, kami hanya diberikan waktu satu setengah jam untuk rekaman. Satu setengah jam lainnya kami harus menunggu sang operator tiba di studio (padahal sebelumnya si operatornya telah datang dan menyeting alat-alat rekaman nya).

Kunjungan pertama disaat kami ditinggal operator, kami bertanya kemana operator rekaman nya kepada penjaga studio tersebut. Dan jawaban si penjaga studio rekaman adalah si operator sedang makan, tidak masuk akal apabila makan menghabiskan waktu satu setengah jam. Kecuali makannya di emut hingga memerlukan waktu yang lama seperti itu.

Kunjungan kedua, ketika kami bertanya hal yang sama ke penjaga studio, si penjaga studio menjawab bahwa si operator sedang tidur (what???!, habis meronda yah mas?).

Setelah beberapa kali kecewa dengan studio itu, saya akhirnya mempunyai keinginan belajar tentang recording. Software pertama yang saya pakai adalah cool edit.

Dengan cool edit tersebut saya bisa merekam beberapa track audio. Namun hasilnya sangat "kurang" (karena alat dan juga sumber daya yang sangat buruk :p ). Akhirnya teman-teman band saya tidak percaya bahwa sebenarnya bisa merekam sebuah lagu tanpa harus pergi ke studio rekaman.

Karena tidak kepercayaannya tersebut, saya dan kawan se-band saya menyewa studio rekaman lagi. Studio yang kami sewa berada di cileduk, dan bernama PeniStudio. Agak sedikit p*rn0 yah namanya :D. Namun distudio ini lah saya mengambil banyak sekali ilmu. Bahkan saat ini pun saya masih hapal muka dari si operator yang kami panggil bang hasan tersebut. Operator ramah yang siap diajak berdiskusi. Oke, sebelumnya saya akan menceritakan kondisi studio yang kami sewa tersebut.

Seperti studio lainnya, studio ini mempunyai rack yang berisi perangkat berat seperti exiter, compressor, tube gain dan lain-lain. Disana juga terdapat dua buah ruangan, 1 untuk room monitor, dan yang satu lagi untuk vocal room yang biasanya juga menjadi drum room. Lalu apa yang membuatnya berbeda dengan studio-studio rekaman lain yang biasa disewakan?

Pertama yang sangat mencolok adalah tidak adanya perangkat drum, yup kami juga sempat bingung. Bahkan seperti sia-sia drummer kami membawa double pedal dan juga stick drum. Disaat itu saya berpikir, mungkin ada ruangan lain (yang mungkin tersembunyi) untuk merekam drum. Setelah mencari-cari seperti orang linglung, akhirnya saya menemukan sebuah pintu, pintu biasa yang terlihat tidak seperti pintu kedap suara. Setelah dibuka ternyata adalah....  toilet -_-".

Malu bertanya sesat dijalan, kami pun lalu bertanya soal perangkat drum tersebut ke operator rekaman. Dan sang operator rekaman nya menjawab bahwa di studio ini memakai drum sample yang diperintah dengan MIDI... Bla.. Bla.. Bla (si operator menjelaskan panjang lebar) software yang dipakai kalau tidak salah adalah FXpansion BFD1. Bukannya menjadi pencerah atas pertanyaan kami, jawaban si operator malah membuat kami puyeng tujuh keliling. Senyum-senyum tiga jari dengan anggukan sok ngerti kami tampilkan ke mata operator, takut-takut kami dibilang bodoh atau hal semacamnya (gengsi coy hahha).

Belum lagi ketidakadaannya perangkat ampli, head ampli, hingga efek untuk guitar yang biasanya guitarist kami setting sendiri sesuai dengan kenginan sang guitarist. Tanya lebih jauh ke operator, ternyata si operator memakai software untuk penggantian perangkat-perangkat diatas, tapi kok sampai sekarang saya tidak tahu apa yang si operator pakai, karena sampai saat ini saya belum pernah menjumpai VST dengan interface yang sama dengan VST yang dipakai disana.

Oh iya, software DAW yang dipakai kalau tidak salah cubase, tapi saya tidak memperhatikan versi berapa.

Selang beberapa lama setelah si operator menyeting berbagai alat berat, akhirnya...

"Oke... Sudah siap?
Tempo nya udah dapet atau mau dicari dulu?" tanya operator.

Seperti petir yang menyambar, pertanyaan terakhir membuat kami ketar-ketir. Seumur-umur belum pernah memakai metronom, bahkan baru beberapa kali mendengar suara metronom yang berada di tunner kepunyaan kawan kami, dan jangan kan untuk memakai metronom tersebut, guna dari metronom saja kami belum tahu -_-".

Tapi agar tidak di sangka amatir (walau memang sebenarnya amatir tapi kami berupaya dengan segala cara agar tidak terlihat amatir, gengsi coy hahaha), si guitarist menjawab "siap mas, tempo nya segini nih (sambil memainkan lagu yang ingin merekam)".

Setelah si operator beberapa kali memukulkan jari-jari nya di tombol space di keyboard komputer, lalu kami mendengar suara metronom yang berbunyi "tit tit tit tiiiit" berulang kali.

Lalu operatornya pun bertanya.
"Segini pas gk?"

Nah lo, gimana cara maennya kalo pake metronomnya nih!. Operatornya saat itu mungkin mengerti bahwa kami sebelumnya belum pernah memakai metronom. Lalu ia menjelaskan bagaimana memakai dan penerapan metronom dalam sebuah lagu.

Akhir nya guitarist kami pun mengerti. Dan track guide nya pun akhirnya selesai. "Saat nya untuk drum..." si operator rekaman berbicara dengan kencang.

Drummer kami pun dengan segera bergantian posisi duduk dengan guitaris kami yang telah menyelesaikan tugasnya memberi guide untuk drum. Drummer kami hanya cengangas-cengenges, ini main drum nya bagaimana?. Namun sebelum drummer kami bertanya, si operator sudah terlebih dahulu menjelaskan bahwa si drummer hanya perlu menjelaskan bagaimana ketukan drumnya kepada si operator.

Drum selesai dan masuk ke proses berikutnya... Hingga terakhir saya yang saat itu menjadi vocalist diband tersebut. Rasa gugup dibarengi takut karena suara yang sangat-sangat pas-pasan takutnya mencemari aransement dan instrument yang sebelumnya sudah direkam. Dengan candaan saya berkata "udah tuh, gk usah pake vocal juga udah bagus... Pulang dah yuk..." hahaha... Jujur saya orangnya pesimistis, jadi sebelum memulai pun saya pasti sudah berkata tidak bisa. Tapi dengan memberanikan diri, saya masuk ke vocal room yang sangat sangat sangat dingin tanpa kawan dan ditonton oleh beberapa orang dari ruangan sebelah yang hanya batasi sebuah kaca tembus pandang yang menyeramkan. Sambil menjalin tatap pandang dengan operator, akhirnya sesi vocal mau tidak mau harus dimulai.

Beberapa kali saya harus retake karena fals dan juga bernyanyi tidak pas dengan metronom. Namun berakhir dengan senyuman, disaat syair terakhir selesai direkam dan si operator pun berkata, sudah selesai.

Setelah semua part selesai, kami semua beserta operator pun keluar beristirahat dengan obrolan ringan dengan sesekali bertanya tentang rekaman yang telah kami lakukan dan tentang studio yang bisa dikatakann "berbeda" dengan studio lainnya tersebut.

"Yaudah, gw mau balancing dulu, terusin aja ngobrolnya" si operator rekaman nya pun berkata sambil berdiri dan melangkah ke pintu masuk studio.

Namun karena penasaran, kami pun semua mengikutinya masuk kedalam studio. Setelah balancing selesai, kami pun dapat menikmati lagu yang siap untuk di publikasikan. Beberapa kali lagu tersebut di putar di mobil menemani kami dalam perjalanan pulang.

Dan tahukah? Saya mencatat semua peralatan yang ada disana... Dari alat instrumentnya, alat rekaman nya, hingga spesifikasi hardware komputer nya... Hahaha... Konyol memang... Tapi alhamdullilah menghasilkan.

Saya mencatat kesemuanya itu disaat operator beristirahat keluar ditengah-tengah sesi rekaman. Ingin tertawa apabila mengingat nya.

Setelah dari studio tersebut, saya menekuni dengan serius audio recording, ilmu yang paling banyak diserap adalah yang berada di internet, mulai dari forum, blog, dan lain-lain.

Error dan trial telah saya alami, susah payah memberi kepercayaan kepada kawan-kawan bahwa sebenarnya bisa merekam sebuah lagu tanpa menyewa studio rekaman yang biayanya relative mahal. Dan akhirnya salah satu kawan memberikan sejumlah uang untuk modal mendirikan home recording.

Modalnya tidak terlalu besar, namun dapat berkembang dengan membeli alat-alat yang sebelumnya tidak bisa dibeli dengan modal tersebut. Seperti guitar dan bass.

Sebelumnya, disaat kami belum membeli guitar dan bass, kami terpaksa meminjam nya ke kawan-kawan kami. Indahnya perjuangan... Dan alangkah baiknya kawan-kawan kami yang bersedia meminjamkan alat-alat yang bisa dibilang tidak murah tersebut.

Saat ini, studio yang saya dirikan masih beroprasional di dalam kamar saya (kadang-kadang pindah juga ke rumah kawan sih :p). Dan biaya penyewaan adalah sebesar 250ribu per shift. Dan sangat-sangat alhamdulillah yang booking selalu penuh.

Saat awal berdiri, saya hanya mematok biaya 150ribu pershift, namun lambat laun terus dinaikan seiring dengan hasil portofolio / sample demo yang telah dimiliki.

So... Home recording bisa dijadikan lahan bisnis bukan? Dengan promosi yang baik, hasil dan pelayanan yang memuaskan, akan banyak band-band yang akan selalu menghubungi untuk menyewa studio mini anda.

Apalagi apabila si operator menjadikan "teman" para klien nya, selalu berdiskusi, dan yang terpenting ramah kepada klien nya... Sudah pasti studio anda pasti diburu para musisi. Oh iya... Yang terpenting adalah situasi ditempat anda, di tempat saya kebanyakan musisi nya adalah musisi yang mengasung genre keras, seperti punk rock / melodic, metal, emo, HC dan yang gitarnya distorsi deh pokok nya. Nah oleh sebab itu, saya paling tidak sedikit mengetahui band-band sejenis yang biasa di jadikan influence mereka. Soalnya sering juga mereka menyebut kan bahwa band dia ingin sound dibeberapa part seperti band "X". Walau tidak mirip 100% tapi paling tidak saya berusaha untuk memberi apa yang diinginkan musisi.

Wah panjang yah...
Mohon maaf sebelumnya jika postingannya ini malah seperti curhatan dibandingkan dengan artikel yang berisi ilmu.